Selasa, 25 Juni 2013

6 question about Teenagers

  menurut saya, tidak bagus remaja berpacaran di usia dini karena yang namanya remaja itu masih labil sehingga belum tentu bisa mawas diri. menurut saya umur yang pantas remaja berpacaran adalah 22tahun karena dia sudah bisa membedakan yang baik dan buruk.
  menurut saya baik jika orang tua ikut campur dalam hubungan berpacaran remaja karena orang tua berperan untuk mengawasi anaknya sampai orang tua itu lepas dari tanggung jawab. kekerasan berpacaran terjadi pada saat emosi dari salah satu pasangan.
   memutuskan pasangan, karena dengan cara itu dapat terhindar dari kekerasan yang lebih sarius lagi. jika sudah berlebihan maka bisa dilaporkan pada pihak berwajib dan kepada orang tua ataupun untuk lapor ke orang tua sendiri

Selasa, 23 April 2013

simple present tense

iam rizal,iam cool,i have one brothers,i have a wife,she name is Rini,i have one child,iam a happy family,is the best family, i have a pet, the dog name is dogy, it is agly.

i have one family, they are very love my,ang i very love my wife,she is a beuty,she character is funny, she are smart, i very love she, she is a beutyfull woman,i give my life for my family.

iam a gunadarma student,my campus in bekasi,i live ini bekasi,i very anjoy in the my class,my hobbies is play football,and play game,i have more game and action game,my life is enjoy.

Senin, 11 Maret 2013

Tenses


TENSES:
1.      Simple Present
He speaks.
He does not speak.
 Does he speak?

2.      Simple Past
He spoke.
He did not speak.
 Did he speak?
3.      Simple Future
You will help him later
You will not help him later
Will you help him later?

4.      Present Continous
You are watching TV.
You are not watching TV.
Are you watching TV?

5.      Present Perfect
You have seen that movie many times.
You have not seen that movie many times.
Have you seen that movie many times?


Selasa, 15 Januari 2013

JURNAL EKONOMI MANAJEMEN

Anggota Kelompok :


- Ahmad Faizal (20210369)
- Leo Sandy Trikoranda (23210996)
- Muhammad Rizal
- Reza Yuliansyah (28210978)
- Sahal Zamzami (26210326)
PENDAHULUAN
A.  Latar Belakang Masalah
Organisasi pada dasarnya merupakan kerjasama dua orang atau lebih dalam rangka mencapai tujuan. Menurut Sutarto (dalam Usman, 2009:146) organisasi adalah kumpulan orang, proses pembagian kerja, dan sistem kerja sama atau sistem sosial. Defenisi yang dikemukakan Sutarto menekankan kepada tiga hal yaitu (1) adanya kumpulan orang, (2) ada proses pembagian kerja antara orang-orang tersebut, dan (3) ada sistem kerjasama atau sistem sosial di antara orang-orang tersebut.
Dalam mencapai tujuannya, organisasi memerlukan berbagai macam sumber daya. Mulai dari sumber daya manusia, peralatan, mesin, keuangan, dan sumber daya informasi. Setiap sumber daya memiliki tugas dan fungsinya masing-masing. Sebagai suatu sistem, sumber daya-sumber daya tersebut akan berinteraksi dan saling bekerja sama sehingga tujuan dapat tercapai dengan efektif dan efisien.
Sumber daya manusia sebagai salah satu sumber daya yang ada dalam organisasi memegang peranan yang penting dalam keberhasilan pencapaian tujuan organisasi. Sumber daya manusia menggunakan sumber daya-sumber daya lain yang dimiliki oleh organisasi dalam rangka mencapai tujuan. Mesin-mesin berteknologi canggih sekalipun tidak akan ada artinya, jika sumber daya manusia yang menjalankannya tidak berkualifikasi untuk mengerjakannya. Demikian juga dengan sumber daya informasi. Sebaik dan selengkap apapun informasi yang diterima oleh organisasi, tidak akan berarti apa-apa, jika kualitas sumber daya manusia yang ada tidak mampu menterjemahkannya menjadi informasi yang berguna bagi perkembangan dan kemajuan organisasi.
Sumber daya manusia adalah penduduk yang siap, mau dan mampu memberikan sumbangan terhadap usaha mencapai tujuan organisasional. Dalam ilmu kependudukan, konsep sumber daya manusia ini dapat disejajarkan dengan konsep tenaga kerja (manpower) yang meliputi angkatan kerja (labor force) dan bukan angkatan kerja. Angkatan kerja yang bekerja disebut juga dengan pekerja. (Ndraha, 1999)
B.  Indentifikasi Masalah
Pertanyaan mendasar adalah mengapa manajemen sumber daya manusia menjadi begitu penting bagi organisasi? Barangkali hal ini terkait dengan keinginan semua manajer yang tidak ingin karyawannya melakukan kesalahan. Misalnya, seorang manajer tentu saja tidak ingin, (1) mempekerjakan orang yang salah untuk pekerjaan tersebut, (2) mengalami proses penggantian karyawan yang tinggi, (3) orang-orang yang diandalkan tidak melakukan yang terbaik, (4) menghabiskan waktu untuk wawancara yang tidak berguna, (5) membuat perusahaan dituntut oleh pengadilan karena tindakan diskriminatif, (6) membuat perusahaan diawasi oleh pengawas undang-undang keamaan pekerjaan federal karena tidak memerhatikan keamanan, (7) mengakibatkan sebagian karyawan berpikir bahwa gaji mereka tidak adil dan tidak sebanding dengan karyawan lain dalam organisasi, (8) membiarkan kurangnya pelatihan mengakibatkan berkurangnya efektivitas, dan (9) melakukan praktik pekerjaan yang tidak adil. (Dessler, 2006:5)
Siagian (1995) melihat adanya suatu fenomena adminsitratif yang belum pernah terlihat sebelumnya, yaitu semakin besarnya perhatian dan semakin banyaknya pihak yang menyadari pentingnya manajemen sumber daya manusia. Politisi, tokoh industri, para pembentuk opini seperti pimpinan media massa, para birokrat di lingkungan pemerintahan, dan para ilmuwan yang menekuni berbagai cabang ilmu terutama ilmu-ilmu sosial menunjukkan perhatian yang semakin besar terhadap manajemen sumber daya manusia.
Penerapan manajemen sumber daya manusia sebagai salah satu bidang kajian manajemen di lapangan, juga menjalankan fungsi-fungsi manajemen yang ada pada umumnya, seperti perencanaan, pengorganisasian, pengarahan, pengontrolan dan sebagainya. Hanya saja, dalam manajemen sumber daya manusia, kajian manajemen lebih diarahkan dan dititikberatkan kepada manusia sebagai salah satu sumber daya dalam organisasi. Hal ini akan berkaitan erat nantinya dengan manusia sebagai makhluk individu, makhluk sosial, yang memiliki berbagai macam kebutuhan yang ingin dipenuhinya dengan bergabung ke dalam organisasi.
Flippo (1994) mengidentifikasi, setidaknya ada sepuluh fungsi-fungsi yang dijalankan oleh manajemen sumber daya manusia. Flippo membaginya ke dalam dua kelompok besar, yaitu fungsi-fungsi manajemen, dan fungsi-fungsi operasional. Fungsi-fungsi manajemen yang diterapkan dalam manajemen sumber daya manusia terdiri dari, (1) perencanaan (planning), (2) pengorganisasian (organizing), (3) pengarahan (directing), dan (4) pengendalian (controlling). Adapun fungsi-fungsi operasional yang dijalankan oleh manajemen sumber daya manusia yaitu, (1) pengadaan tenaga kerja (procurement), (2) pengembangan (development), (3) kompensasi, (4) integrasi, (5) pemeliharaan (maintenance), dan (6) pemutusan hubungan kerja (separation).
Salah satu kegiatan penting yang dilakukan dalam manajemen sumber daya manusia khususnya dalam fungsi perencanaan yaitu analisis pekerjaan. Dengan menganalisis suatu pekerjaan, akan diketahui tugas-tugas apa yang akan dilakukan dalam pekerjaan itu, apa kompetensi-kompetensi yang harus dikuasai oleh sumber daya manusia yang akan menduduki posisi itu.

PEMBAHASAN
A.  Pengertian Manajemen Sumber Daya Manusia
Menurut Marwansyah (2010:3), manajemen sumber daya manusia dapat diartikan sebagai pendayagunaan sumber daya manusia di dalam organisasi, yang dilakukan melalui fungsi-fungsi perencanaan sumber daya manusia, rekrutmen dan seleksi, pengembangan sumber daya manusia, perencanaan dan pengembangan karir, pemberian kompensasi dan kesejahteraan, keselamatan dan kesehatan kerja, dan hubungan industrial.
Manajemen Sumber daya manusia sering disebut juga dengan manajemen personalia. Manajemen personalia merupakan proses manajemen yang diterapkan terhadap personalia yang ada di organisasi. Menurut Flippo (1994:5), manajemen personalia adalah perencanaan, pengorganisasian, pengarahan dan pengendalian atas pengadaan tenaga kerja, pengembangan, kompensasi, integrasi, pemeliharaan, dan pemutusan hubungan kerja dengan sumber daya manusia untuk mencapai sasaran perorangan, organisasi, dan masyarakat.
Sastrohadiwiryo (2002) menggunakan istilah manajemen tenaga kerja sebagai pengganti manajemen sumber daya manusia. Menurutnya,
manajemen tenaga kerja merupakan pendayagunaan, pembinaan, pengaturan, pengurusan, pengembangan unsur tenaga kerja, baik yang berstatus sebagai buruh, karyawan, maupun pegawai dengan segala kegiatannya dalam usaha mencapai hasil guna dan daya guna yang sebesar-besarnya, sesuai dengan harapan usaha perorangan, badan usaha, perusahaan, lembaga, maupun instansi.
Dari beberapa pendapat ahli di atas, dapat disimpulkan bahwa manajemen sumber daya manusia adalah proses perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan, dan pengontrolan terhadap sumber daya manusia dalam organisasi untuk mencapai tujuan secara efektif dan efisien.
B. Fungsi-Fungsi Manajemen Sumber Daya Manusia
Sebagaimana yang telah dikemukakan pada bab pendahuluan, fungsi-fungsi manajemen sumber daya manusia, menurut Flippo (1994) secara garis besar dibagi dua, yaitu fungsi-fungsi manajemen dan fungsi-fungsi operasional. Berikut akan di bahas satu persatu.
Perencanaan
Manajer yang efektif menyadari bahwa bagian terbesar dari waktu yang harus mereka sediakan adalah perencanaan. Dalam manajemen sumber daya manusia, perencanaan berarti penentuan program sumber daya manusia yang akan membantu tercapainya sasaran yang telah disusun oleh organisasi.
Pengorganisasian
Pengorganisasian menyangkut kepada penyusunan serangkaian tindakan yang telah ditentukan, sehingga dapat dilaksanakan dengan baik. Manajemen sumber daya manusia merancang struktur hubungan antara pekerjaan, sumber daya manusia, dan faktor-faktor fisik yang akan dilibatkan. Para manajer harus hati-hati terhadap hubungan yang rumit yang ada di antara satu unit khusus dan unit-unit organisasi lainnya.
Pengarahan
Fungsi pengarahan ini menyangkut kepada pelaksanaan rencana yang telah disusun dan telah diorganisasikan. Dalam fungsi pengarahan ini, terdapat pemotivasian, pelaksanaan pekerjaan, pemberian perintah, dan sebagainya. Intinya bagaimana menyuruh orang untuk bekerja secara efektif.
Pengendalian
Pengendalian berarti pengamatan atas tindakan dan perbandingannya dengan rencana dan perbaikan atas setiap penyimpangan yang mungkin terjadi. Pada saat-saat tertentu juga diadakan penyusunan kembali rencana-rencana dan penyesuaiannya terhadap penyimpangan yang tidak dapat diubah.
Pengadaan tenaga kerja
Pengadaan tenaga kerja adalah fungsi operasional pertama dari manajemen sumber daya manusia, yaitu berupa usaha untuk memperoleh jenis dan jumlah yang tepat dari personalia yang diperlukan untuk menyelesaikan sasaran organisasi. Hal-hal yang dilakukan dalam pengadaan tenaga kerja adalah penentuan sumber daya manusia yang dibutuhkan dan perekrutannya, seleksi dan penempatan.
Pengembangan
Pengembangan sumber daya manusia merupakan peningkatan keterampilan melalui pelatihan yang perlu untuk prestasi kerja yang tepat. Pengembangan sumber daya manusia ini diperlukan karena adanya perubahan-perubahan teknologi, reorganisasi pekerjaan, dan tugas manajemen yang semakin rumit.
Kompensasi
Kompensasi dirumuskan sebagai balas jasa yang memadai dan layak kepada sumber daya manusia atas sumbangan mereka kepada pencapaian tujuan organisasi. Kompensasi ini berkaitan erat dengan pokok-pokok seperti evaluasi pekerjaan, kebijakan pengupahan, sistem pengupahan, dan lain sebagainya.
Integrasi
Integrasi merupakan usaha untuk menghasilkan rekonsiliasi (kecocokan) yang layak atas kepentingan-kepentingan perorangan, masyarakat dan organisasi. Adanya tumpang tindih kepentingan yang cukup berarti antara perorangan, masyarakat dan organisasi, menyebabkan perlukan mempertimbangkan perasaan, dan sikap personalia dalam menerapkan asas-asas dan kebijakan organisasi.
Pemeliharaan
Fungsi pemeliharaan ini terkait dengan bagaimana usaha untuk mengabadikan keadaan baik yang sudah tercipta. Memiliki angkatan kerja yang mempunyai kemauan dan kemampuan untuk bekerja perlu di pelihara dengan baik.
Pemisahan (separation)
Pemisahan merupakan fungsi terakhir dari manajemen sumber daya manusia. Hal ini berkaitan dengan memutuskan hubungan kerja dengan sumber daya manusia yang ada, dan mengembalikannya kepada masyarakat. Pemutusan hubungan kerja ini bisa terjadi karena pensiun, pemberhentian sementara, penempatan luar, meninggal dunia, dan pemecatan.
C.  Analisis Pekerjaan dalam Manajemen Sumber Daya Manusia
1.    Pengertian Analisis Pekerjaan
Analisis pekerjaan terdiri atas dua kata, analisis dan pekerjaan. Analisis merupakan aktivitas berpikir untuk menjabarkan pokok persoalan menjadi bagian, komponen, atau unsur, serta kemungkinan keterkaitan fungsinya. Sedangkan pekerjaan adalah sekumpulan/sekelompok tugas dan tanggung jawab yang akan, sedang dan telah dikerjakan oleh tenaga kerja dalam kurun waktu tertentu. Dengan demikian analisis pekerjaan dapat diartikan sebagai suatu aktivitas untuk mengkaji, mempelajari, mengumpulkan, mencatat, dan menganalisis ruang lingkup suatu pekerjaan secara sistematis dan sistemik (Sastrohadiwiryo, 2002:127)
Analisis pekerjaan merupakan bagian dari perencanaan sumber daya manusia. Menurut Flippo (1994), “Analisis pekerjaan adalah proses mempelajari dan mengumpulkan informasi yang berhubungan dengan operasi dan tanggung jawab suatu pekerjaaan tertentu.” Flippo menekankan bahwasanyaa ada dua kegiatan utama dalam analisis pekerjaan, yaitu mengumpulkan informasi tentang operasi dan tanggung jawab suatu pekerjaan dan mempelajarinya lebih mendalam.
Menurut Dessler (2006) analisis pekerjaan merupakan prosedur yang dilalui untuk menentukan tanggung jawab posisi-posisi yang harus dibuatkan stafnya , dan karakteristik orang-orang yang bekerja untuk posisi-posisi tersebut. Analisis pekerjaan memberikan informasi yang digunakan untuk membuat deskripsi pekerjaan (daftar tentang pekerjaan tersebut), dan spesifikasi pekerjaan (jenis orang yang harus dipekerjakan untuk pekerjaan tersebut). Oleh sebab itu, menurut Dessler penyelia atau spesialis dalam sumber daya manusia biasanya mengumpulkan beberapa informasi berikut melalui analisis pekerjaan, (1) aktivitas pekerjaan, (2) perilaku manusia, (3) mesin, perangkat, peralatan, dan bantuan pekerjaan, (4) standar prestasi, (5) konteks pekerjaan, dan (6) persyaratan manusia.
2.    Tujuan Analisis Pekerjaan
Analisis pekerjaan penting dilakukan sebelum diadakan perekrutan tenaga kerja. Ada beberapa manfaat yang diperoleh dengan mengadakan analisis pekerjaan, yang juga merupakan tujuan dari dilakukannya analisis jabatan. Adapun tujuan analisis pekerjaan yaitu, (1) memperoleh tenaga kerja pada posisi yang tepat, (2) memberikan kepuasan pada diri tenaga kerja, (3) menciptakan iklim dan kondisi kerja yang kondusif (Sastrohadiwiryo).
Sedangkan menurut Flippo (1994), hasil-hasil dari analisis pekerjaan, seperti uraian dan spesifikasi pekerjaan akan dapat digunakan untuk kegiatan-kegiatan sebagai berikut, (1) pengabsahan atas prosedur-prosedur pengangkatan, (2) pelatihan, (3) evaluasi pekerjaan, (4) penilaian prestasi, (5) pengembangan karir, (6) organisasi, (7) perkenalan, (8) penyuluhan, (9) hubungan perburuhanm dan (10) penataan kembali pekerjaan. Sebuah penelitian yang dikemukakan oleh Flippo terhadap 899 perusahaan menunjukkan bahwa hasil proses analisis pekerjaan dipergunakan untuk, membuat rincian kerja (75%), pelatihan (60%), penyusunan tingkat upah dan gaji (90%), menilai personalia (60%), pemindahan dan promosi (70%), pengorganisasian (50%), orientasi karyawan baru (36%), penyuluhan (25%), dan seterusnya.
3.    Metode Analisis Pekerjaan
Pertanyaan berikutnya adalah bagaimana metode yang digunakan dalam menganalisis pekerjaan? Menurut Sastrohadiwiryo (2002), metode yang biasa digunakan dalam analisis pekerjaan adalah metode kuesioner, metode wawancara, metode pencatatan rutin, dan metode observasi,
Metode kuesioner digunakan sebagai alat pengumpul data secara tertulis dibagikan kepada tenaga kerja operasional atau para kepala departemen, untuk mengisi keterangan dan fakta yang diharapkan. Pada umumnya kuesinoer memuat (1) pertanyaan mengenai pekerjaan yang dilakukan, (2) tanggung jawab yang diberikan, (3) kecakapan, keahlian, atau pelatihan yang diperlukan, (4) kondisi yang diharapkan untuk menyelesaikan suatu pekerjaan, dan (5) figur atau jenis yang diperlukan untuk pekerjaan tersebut.
Metode wawancara dilakukan denga tenaga kerja operasional atau dengan kepala departemen mereka, dan dapat juga dengan kedua-duanya. Di samping itu, para penyelia sering ditugaskan untuk memperoleh data analisis pekerjaan. Keuntungan dari metode ini adalah penyajian keterangan dan fakta dari pihak pertama. Namun metode ini sangat membutuhkan waktu yang cukup lama.
Metode selanjutnya yang dapat digunakan dalam analisis data yaitu metode pencatatan rutin. Dalam metode ini, tenaga kerja diperintahkan mencatat hal yang dikerjakan tiap hari secara rutin, alokasi yang dibutuhkan, saat dimulai dan saat akhir tiap-tiap tugas itu dilakukan. Alokasi waktu yang lama, dan pengerjaan yang cermat dan rutin merupakan kelemahan dari metode ini.
Metode observasi pada umumnya dilakukan oleh job analyst yang sebelumnya memperoleh pelatihan dan upgrading secara khusus. Metode observasi biasanya tidak dilakukan bersamaan dengan metode wawancara job analyst mengadakan observasi terhadap masing-masing pekerjaan dan mengadakan wawancara dengan tenaga operasional serta kepala departemen mereka.
Sumber : /yusrizalfirzal.wordpress.com/2011/06/21/analisis-pekerjaan-dalam-manajemen-sumber-daya-manusia/#more-708

Jumat, 28 Desember 2012

KARYA ILMIAH

PENGERTIAN KARYA ILMIAH
Karya ilmiah merupakan karya tulis yang isinyaberusaha memaparkan suatu pembahasan secarailmiah yang dilakukan oleh seorang penulis ataupeneliti. Untuk memberitahukan sesuatu hal secaralogis dan sistematis kepada para pembaca. Karyailmiah biasanya ditulis untuk mencari jawabanmengenai sesuatu hal dan untuk membuktikankebenaran tentang sesuatu yang terdapat dalamobjek tulisan. Maka sudah selayaknyalah, jika tulisanilmiah sering mengangkat tema seputar hal-hal yangbaru (aktual) dan belum pernah ditulis orang lain.Jikapun, tulisan tersebut sudah pernah ditulis dengantema yang sama, tujuannya adalah sebagai upayapengembangan dari tema terdahulu. Disebut jugadengan penelitian lanjutan.Tradisi keilmuan menuntut para calon ilmuan(mahasiswa) bukan sekadar menjadi penerima ilmu.Akan tetapi sekaligus sebagai pemberi (penyumbang)ilmu. Dengan demikian, tugas kaum intelektual dancendikiawan tidak hanya dapat membaca, tetapi jugaharus dapat menulis tentang tulisan-tulisan ilmiah.Apalagi bagi seorang mahasiswa sebagai calonilmuan wajib menguasai tata cara menyusun karyailmiah. Ini tidak terbatas pada teknik, tetapi jugapraktik penulisannya. Kaum intelektual jangan hanyapintar bicara dan “menyanyi” saja, tetapi juga harusgemar dan pintar menulis.Istilah karya ilmiah disini adalah mengacu kepada karya tulis yang menyusun dan penyajiannyadidasarkan pada kajian ilmiah dan cara kerja ilmiah.Di lihat dari panjang pendeknya atau kedalamanuraiaan, karya tulis ilmiah dibedakan atas makalah(paper) dan laporan penelitian. Dalam penulisan, baikmakalah maupun laporan penelitian, didasarkan padakajian ilmiah dan cara kerja ilmiah. Penyusunan danpenyajian karya semacam itu didahului oleh studipustaka dan studi lapangan ( Azwardi, 2008 : 111).Finoza dalam Alamsyah (2008 : 98)mengklasifikasikan karangan menurut bobot isinyaatas 3 jenis, yaitu (1) karangan Ilmiah, (2) karangansemi ilmiah atau ilmiah populer, dan (3) karangan nonilmiah. Yang tergolong ke dalam karangan ilmiahantara lain makalah, laporan, skripsi, tesis, disertasi;yang tergolong karangan semi ilmiah antara lainadalah artikel, editorial, opini, feuture, reportase; yangtergolong dalam karangan non ilmiah antara lainanekdot, opini, dongeng, hikayat, cerpen, novel,roman, dan naskah drama.Ketiga jenis karangan tersebut memiliki karektiristikyang berbeda. Karangan ilmiah memiliki aturan bakudan sejumlah persyaratan khusus yang menyangkutmetode dan penggunaan bahasa. Sedangkankarangan non ilmiah adalah karangan yang tidakterikat pada karangan baku; sedangkan karangansemi ilmiah berada diantara keduanya.Sementara itu, Yamilah dan Samsoerizal (1994 : 90)memaparkan bahwa ragam karya ilmiah terdiri atasbeberapa jenis berdasarkan fungsinya. Menurutpengelompokan itu , dikenal ragam karya ilmiahseperti ; makalah, skripsi, tesis, dan disertasi.

PENALARAN INDUKTIF

· Pengertian Penalaran
Penalaran merupakan suatu proses berpikir yang bertolak dari pengamatan indera (pengamatan empirik) yang menghasilkan sejumlah konsep dan pengertian. Berdasarkan pengamatan yang sejenis juga akan terbentuk proporsisi – proposisi yang sejenis, berdasarkan sejumlah proposisi yang diketahui atau dianggap benar, beberapa orang menyimpulkan sebuah proposisi baru yang sebelumnya tidak diketahui. Proses inilah yang disebut menalar.
Dalam penalaran, proposisi yang dijadikan dasar penyimpulan disebut dengan premis (antesedens) dan hasil kesimpulannya disebut dengan konklusi (consequence). Dalam metodenya penalaran dibagi menjadi 2 yaitu penalaran deduktif dan induktif. Namun pada pembahasan kali ini penulis hanya akan membahas tentang penalaran induktif.
· Penalaran Induktif
Metode berpikir induktif adalah metode yang digunakan dalam berpikir dengan bertolak dari hal-hal khusus ke umum. Hukum yang disimpulkan difenomena yang diselidiki berlaku bagi fenomena sejenis yang belum diteliti. Generalisasi adalah bentuk dari metode berpikir induktif.
Penalaran Induktif merupakan pernyataan bersifat khusus yang kemudian diambil kesimpulannya sehingga menjadi pernyataan yang bersifat lebih umum. Bagaimana penalaran induktif ini bekerja adalah meski premis-premis diangkat benar dan cara penarikan kesimpulannya sah tetapi, kesimpulan yang dibuat belum tentu benar namun kesimpulan tersebut mempunyai peluang untuk benar. Dengan data dan fakta yang ada seseorang dapat secara induktif membuat generalisasi, analogi dan menentukan hubungan kausal.
Ø  Generalisasi
Generalisasi merupakan satu bentuk kesimpulan secara Induktif. 

Ø  Analogi
Analogi adalah proses penyimpulan dengan membandingkan dua hal berlainan yang memiliki sifat yang sama.

Ø  Kausal
Secara induktif orang pun dapat menunjukan hubungan kausal. Hubungan kausal adalah pernalaran yang diperoleh dari gejala-gejala atau data yang saling berhubungan.

Sabtu, 09 Juni 2012

KONSUMEN


1.    Pengertian Konsumen
Konsumen yaitu beberapa orang yang menjadi pembeli atau pelanggan yang membutuhkan barang untuk mereka gunakan atau mereka konsumsi sebagai kebutuhan hidupnya.Pembangunan dan perkembangan perekonomian umumnya dan khususnya di bidang perindustrian dan perdagangan nasional telah menghasilkan berbagai variasi barang dan/atau jasa yang dapat dikonsumsi. Di samping itu, globalisasi dan perdaganan bebas yang didukung oleh kemajuan teknologi telekomunikasi dan infomatika telah memperluas ruang gerak arus transaksi barang dan/atau jasa melintasi batas-batas wilayah suatu negara, sehingga barang dan/atau jasa yang, ditawarkan bervariasi baik produksi luar negeri maupun produksi dalam negeri. Kondisi yang demikian pada satu pihak mempunyai manfaat bagi konsumen karena kebutuhan konsumen akan barang dan/atau jasa yang diinginkan dapat terpenuhi serta semakin terbuka lebar kebebasan untuk memilih aneka jenis dan kualitas barang dan/atau jasa sesuai dengan keinginan dan kemampuan konsumen.
Menurut pengertian Pasal 1 angka 2 UU PK, “Konsumen adalah setiap orang pemakai barang dan/atau jasa yang tersedia dalam masyarakat, baik bagi kepentingan diri sendiri, keluarga,, orang lain, maupun makhluk hidup lain dan tidak untuk diperdagangkan.”
Lebih lanjut, di ilmu ekonomi ada dua jenis konumen, yakni konsumen antara dan konsumen akhir. Konsumen antara adalah distributor, agen dan pengecer. Mereka membeli barang bukan untuk dipakai, melainkan untuk diperdagangkan Sedangkan pengguna barang adalah konsumen akhir.
Yang dimaksud di dalam UU PK sebagai konsumen adalah konsumen akhir. Karena konsumen akhir memperoleh barang dan/atau jasa bukan untuk dijual kembali, melainkan untuk digunakan, baik bagi kepentingan dirinya sendiri, keluarga, orang lain dan makhluk hidup lain.
Sedangkan dalam ilmu ekonomi ada 2 cara dalam memperoleh barang, yaitu:
• Membeli. Bagi orang yang memperoleh suatu barang dengan cara membeli, tentu ia terlibat dengan suatu perjanjian dengan pelaku usaha, dan konsumen memperoleh perlindungan hukum melalui perjanjian tersebut.

• Cara lain selain membeli, yakni hadiah, hibah dan warisan. Untuk cara yang kedua ini, konsumen tidak terlibat dalam suatu hubungan kontraktual dengan pelaku usaha. Sehingga konsumen tidak mendapatkan perlindungan hukum dari suatu perjanjian. Untuk itu diperlukan perlindungan dari negara dalam bentuk peraturan yang melindungi keberadaan konsumen, dalam hal ini UU PK.

2.    Azaz dan Tujuan Konsumen

    Sebelumnya telah disebutkan bahwa tujuan dari UU PK adalah melindungi kepentingan konsumen, dan di satu sisi menjadi pecut bagi pelaku usaha untuk meningkatkan kualitasnya. Lebih lengkapnya Pasal 3 UU PK menyebutkan bahwa tujuan perlindungan konsumen adalah:
Meningkatkan kesadaran, kemampuan, dan kemandirian konsumen untuk melindungi diri
 Mengangkat harkat dan martabat konsumen dengan cara menghindarkannya dari ekses negatif pemakaian barang dan/atau jasa
 Meningkatkan pemberdayaan konsumen dalam memilih, menentukan, dan menuntut hak-    haknya sebagai konsumen
  Menciptakan sistem perlindungan konsumen yang mengandung unsur kepastian hukum dan keterbukaan informasi serta akses untuk mendapatkan informasi
Menumbuhkan kesadaran pelaku usaha mengenai pentingnya perlindungan konsumen sehingga tumbuh sikap yang jujur dan bertanggung jawab dalam berusaha

Meningkatkan kualitas barang dan/atau jasa yang menjamin kelangsungan usaha produksi barang dan/atau jasa, kesehatan, kenyamanan, keamanan, dan keselamatan konsumen

Sedangkan asas-asas yang dianut dalam hukum perlindungan konsumen sebagaimana disebutkan dalam Pasal 2 UU PK adalah:

 Asas manfaat
    Asas ini mengandung makna bahwa penerapan UU PK harus memberikan manfaat yang sebesar-besarnya kepada kedua pihak, konsumen dan pelaku usaha. Sehingga tidak ada satu pihak yang kedudukannya lebih tinggi dibanding pihak lainnya. Kedua belah pihak harus memperoleh hak-haknya.

 Asas keadilan
    Penerapan asas ini dapat dilihat di Pasal 4 – 7 UU PK yang mengatur mengenai hak dan kewajiban konsumen serta pelaku usaha. Diharapkan melalui asas ini konsumen dan pelaku usaha dapat memperoleh haknya dan menunaikan kewajibannya secara seimbang.

 Asas keseimbangan
    Melalui penerapan asas ini, diharapkan kepentingan konsumen, pelaku usaha serta pemerintah dapat terwujud secara seimbang, tidak ada pihak yang lebih dilindungi.

    Asas keamanan dan keselamatan konsumen
    Diharapkan penerapan UU PK akan memberikan jaminan atas keamanan dan keselamatan konsumen dalam penggunaan, pemakaian, dan pemanfaatan barang dan/atau jasa yang dikonsumsi atau digunakan.

    Asas kepastian hukum
  Dimaksudkan agar baik konsumen dan pelaku usaha mentaati hukum dan memperoleh keadilan dalam penyelenggaraan perlindungan konsumen, serta negara menjamin kepastian hukum

Kata kunci: hukum perlindungan konsumen, makalah perlindungan konsumen, artikel perlindungan konsumen, tujuan perlindungan konsumen, asas perlindungan konsumen, Pengertian Perlindungan Konsumen, perlindungan konsumen, hukum konsumen, makalah hukum perlindungan konsumen, Asas dan tUjuan perlindungan konsumen

3.    Hak dan Kewajiban Konsumen
Hak-hak Konsumen

Sesuai dengan Pasal 4 Undang-undang Perlindungan Konsumen (UUPK), Hak-hak Konsumen adalah :
Hak atas kenyamanan, keamanan dan keselamatan dalam mengkonsumsi barang dan/atau jasa; Hak untuk memilih barang dan/atau jasa serta mendapatkan barang dan/atau jasa tersebut sesuai dengan nilai tukar dan kondisi serta jaminan yang dijanjikan;
Hak atas informasi yang benar, jelas dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang dan/atau jasa;
 Hak untuk didengar pendapat dan keluhannya atas barang dan/atau jasa yang digunakan;
 Hak untuk mendapatkan advokasi, perlindungan dan upaya penyelesaian sengketa perlindungan konsumen secara patut;
Hak untuk mendapat pembinaan dan pendidikan konsumen;
Hak untuk diperlakukan atau dilayani secara benar dan jujur serta tidak diskriminatif;
Hak untuk mendapatkan kompensasi, ganti rugi/penggantian, apabila barang dan/atau jasa yang diterima tidak sesuai dengan perjanjian atau tidak sebagaimana mestinya;
Hak-hak yang diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan lainnya.

Kewajiban Konsumen

Sesuai dengan Pasal 5 Undang-undang Perlindungan Konsumen, Kewajiban Konsumen adalah :

 Membaca atau mengikuti petunjuk informasi dan prosedur pemakaian atau pemanfaatan  barang dan/atau jasa, demi keamanan dan keselamatan;
    Beritikad baik dalam melakukan transaksi pembelian barang dan/atau jasa;
    Membayar sesuai dengan nilai tukar yang disepakati;
    Mengikuti upaya penyelesaian hukum sengketa perlindungan konsumen secara patut.
4. HAK DAN KEWAJIBAN PELAKU USAHA

Berdasarkan pasal 6 dan 7 undang-undang no 8 tahun 1999 hak dan kewajiban pelaku usaha adalah sebagai berikut :

1. hak pelaku usaha
• hak untuk menerima pembayaran yang sesuai dengan kesepakatan mengenai kondisi dan nilai tukar barang atau jasa yang diperdagangkan.
• Hak untuk mendapatkan perlindungan hukum dari tindakan konsumen yang beritikad tidak baik.
• Hak untuk melakukan pembelaan diri sepatutnya di dalam penyelesaian hukun sengketa konsumen.
• Hak untuk rehabilitas nama baik apabila terbukti secara hukum bahwa kerugian konsumen tidak diakibatkan oleh barang atau jasa yang diperdagangkan.
• Hak-hak yang diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan lainnya.

2. kewajiban pelaku usaha
• bertikad baik dalam melakukan kegiatan usahanya.
• Melakukan informasi yang benar, jelas, dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang atau jasa serta memberi penjelasan penggunaan, perbaika, dan pemeliharaan.
• Memperlakukan atau melayani konsumen secara benar dan jujur serta tidak diskriminatif ; pelaku usaha dilarang membeda-bedakan konsumen dalam memberikan pelayanan; pelaku usaha dilarang membeda-bedakan mutu pelayanan kepada konsumen.
• Menjamin mutu barang atau jasa yang diproduksi atau diperdagangkan berdasarkan ketentuan standar mutu barang atau jasa yang berlaku.
• Memberi kesempatan kepada konsumen untuk menguji atau mencoba barang atau jasa tertentu serta memberi jaminan dan garansi .
• Memberi kompensasi , ganti rugi atau penggantian atas kerugian akibat penggunaan, pemakaian, dan manfaat barang atau jasa yang diperdagangkan.
• Memberi kompensasi ganti rugi atau penggantian apabila berang atau jasa yang diterima atau dimanfaatkan tidak sesuai dengan perjanjian.
5. Perbuatan yang Dilarang Bagi Pelaku Usaha
Perbuatan  yang dilarang bagi pelaku usaha terdapat dalam pasal 8 dan pasal 9. Yaitu :
Pasal  8
 (1) Pelaku usaha dilarang memproduksi dan/atau memperdagangkan barang dan/atau jasa yang
a. tidak memenuhi atau tidak sesuai dengan standar yang dipersyaratkan dan ketentuan peraturan perundang-undangan
b. tidak sesuai dengan berat bersih, isi bersih atau netto,dan jumlah dalam hitungan sebagaimana yang dinyatakan dalam label atau etiket barang tersebut
c. tidak sesuai dengan ukuran, takaran, timbangan dan jumlah dalam hitungan menurut ukuran yang sebenarnya
d. tidak sesuai dengan kondisi, jaminan, keistimewaan atau kemanjuran sebagaimana dinyatakan dalam label, etiket atau keterangan barang dan/atau jasa tersebut
e. tidak sesuai dengan mutu, tingkatan, komposisi, proses pengolahan, gaya, mode, atau penggunaan tertentu sebagaimana dinyatakan dalam label atau keterangan barang dan/atau jasa tersebut
f. tidak sesuai dengan janji yang dinyatakan dalam label, etiket, keterangan, iklan atau promosi penjualan barang dan/atau jasa tersebut
g. tidak mencantumkan tanggal kadaluwarsa atau jangka waktu penggunaan/pemanfaatan yang paling baik atas barang tertentu
h. tidak mengikuti ketentuan berproduksi secara halal, sebagaimana pernyataan “halal” yang dicantumkan dalam label
i. tidak memasang label atau membuat penjelasan barang yang memuat nama barang, ukuran, berat/isi bersih atau netto, komposisi, aturan pakai, tanggal pembuatan, akibat sampingan, nama dan alamat pelaku usaha serta keterangan lain untuk penggunaan yang menurut ketentuan harus dipasang/dibuat
j. tidak mencantumkan informasi dan/atau petunjuk penggunaan barang dalam bahasa Indonesia sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku
(2) Pelaku usaha dilarang memperdagangkan barang yang rusak, cacat atau bekas, dan tercemar tanpa memberikan informasi secara lengkap dan benar atas barang dimaksud
(3) Pelaku usaha dilarang memperdagangkan sediaan farmasi dan pangan yang rusak, cacat atau bekas dan tercemar, dengan atau tanpa memberikan informasi secara lengkap dan benar
(4) Pelaku usaha yang melakukan pelanggaran pada ayat (1) dan ayat (2) dilarang memperdagangkan barang dan/atau jasa tersebut serta wajib menariknya dari peredaran
Pasal 9
(1) Pelaku usaha dilarang menawarkan, mempromosikan, mengiklankan suatu barang dan/atau jasa secara tidak benar, dan atau seolah-olah
a. barang tersebut telah memenuhi dan/atau memiliki potongan harga, harga khusus, standar mutu tertentu, gaya atau mode tertentu, karakteristik tertentu, sejarah atau guna tertentu
b. barang tersebut dalam keadaan baik dan/atau baru
c. barang dan/atau jasa tersebut telah mendapatkan dan/atau memiliki sponsor , persetujuan, perlengkapan tertentu, keuntungan tertentu, ciri-ciri kerja atau aksesori tertentu
d. barang dan/atau jasa tersebut dibuat oleh perusahaan yang mempunyai sponsor, persetujuan atau afiliasi
e. barang dan/atau jasa tersebut tersedia
f. barang tersebut tidak mengandung cacat tersembunyi
g. barang tersebut merupakan kelengkapan dari barang tertentu
h. barang tersebut berasal dari daerah tertentu
i. secara langsung atau tidak langsung merendahkan barang dan/atau jasa lain
j. menggunakan kata-kata yang berlebihan, seperti aman, tidak berbahaya, tidak mengandung resiko atau efek sampingan tanpa keterangan yang lengkap
k. menawarkan sesuatu yang mengandung janji yang belum pasti
(2) Barang dan/atau jasa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilarang untuk diperdagangkan
(3) Pelaku usaha yang melakukan pelanggaran terhadap ayat (1) dilarang melanjutkan penawaran, promosi, dan pengiklanan barang dan/atau jasa tersebut

6. TANGGUNG JAWAB PELAKU USAHA
Pasal 24
(1) Pelaku usaha yang menjual barang dan/atau jasa kepada pelaku usaha lain bertanggung jawab atas tuntutan ganti rugi dan/atau gugatan konsumen apabila
a. pelaku usaha lain menjual kepada konsumen tanpa melakukan perubahan apa pun atas barang dan/atau jasa tersebut
b.pelaku usaha lain, didalam transaksi jual beli tidak mengetahui adanya perubahan barang dan/atau jasa yang dilakukan oleh pelaku usaha atau tidak sesuai dengan contoh, mutu, dan komposisi
(2) Pelaku usaha sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibebaskan dari tanggung jawab atas tuntutan ganti rugi dan/atau gugatan konsumen apabila pelaku usaha lain yang membeli barang dan/atau jasa menjual kembali kepada konsumen dengan melakukan perubahan atas barang dan/atau jasa tersebut
Pasal 25
(1) Pelaku usaha yang memproduksi barang yang pemanfaatannya berkelanjutan dalam batas waktu sekurang-kurangnya 1 (satu) tahun wajib menyediakan suku cadang dan/atau fasilitas purna jual dan wajib memenuhi jaminan atau garansi sesuai dengan yang diperjanjikan
(2) Pelaku usaha sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bertanggung jawab atas tuntutan ganti rugi dan/atau gugatan konsumen apabila pelaku usaha tersebut
a. tidak menyediakan atau lalai menyediakan suku cadang dan/atau fasilitas perbaikan
b. tidak memenuhi atau gagal memenuhi jaminan atau garansi yang diperjanjikan.
Pasal 26
Pelaku usaha yang memperdagangkan jasa wajib memenuhi jaminan dan/atau garansi yang disepakati dan/atau yang diperjanjikan.
Pasal 27
Pelaku usaha yang memproduksi barang dibebaskan dan tanggung jawab atas kerugian yang diderita konsumen, apabila
a. barang tersebut terbukti seharusnya tidak diedarkan atau tidak dimaksudkan untuk diedarkan
b. cacat barang timbul pada kemudian hari
c. cacat timbul akibat ditaatinya ketentuan mengenai kualifikasi barang;
d. kelalaian yang diakibatkan oleh konsumen
e. lewatnya jangka waktu penuntutan 4 (empat) tahun sejak barang dibeli atau lewat jangka waktu yang diperjanjikan
Pasal 28
Pembuktian terhadap ada tidaknya unsur kesalahan dalam gugatan ganti rugi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19, Pasal 22, dan Pasal 23 merupakan beban dan tanggung jawab pelaku usaha.
7. SANKSI PELAKU USAHA PERLINDUNGAN KONSUMEN

Masyarakat boleh merasa lega dengan lahirnya UU No. 8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, namun bagian terbesar dari masyarakat kita belum tahu akan hak-haknya yang telah mendapat perlindungan dalam undang-undang tesebut, bahkan tidak sedikit pula para pelaku usaha yang tidak mengetahui dan mengindahkan UU Perlindungan Konsumen ini.
Dalam pasal 62 Undang-undang No. 8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen tersebut telah diatur tentang pelanggaran-pelanggaran yang dilakukan oleh Pelaku usaha diantaranya sebagai berikut : 1) Dihukum dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun atau pidana denda paling banyak Rp. 2.000.000.000,- (dan milyard rupiah) terhadap : pelaku usaha yang memproduksi atau memperdagangkan barang yang tidak sesuai dengan berat, jumlah, ukuran, takaran, jaminan, keistimewaan, kemanjuran, komposisi, mutu sebagaimana yang dinyatakan dalam label atau keterangan tentang barang tersebut ( pasal 8 ayat 1 ), pelaku usaha yang tidak mencantumkan tanggal kadaluwarsa ( pasal 8 ayat 1 ), memperdagangkan barang rusak, cacat, atau tercemar ( pasal 8 ayat 2 ), pelaku usaha yang mencantumkan klausula baku bahwa pelaku usaha berhak menolak penyerahan kembali barang yang dibeli konsumen di dalam dokumen dan/atau perjanjian. ( pasal 18 ayat 1 huruf b ) 2) Dihukum dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun atau pidana denda paling banyak Rp. 500.000.000,- (lima ratus juta rupiah) terhadap : pelaku usaha yang melakukan penjualan secara obral dengan mengelabuhi / menyesatkan konsumen dengan menaikkan harga atau tarif barang sebelum melakukan obral, pelaku usaha yang menawarkan barang melalui pesanan yang tidak menepati pesanan atau waktu yang telah diperjanjikan, pelaku usaha periklanan yang memproduksi iklan yang tidak memuat informasi mengenai resiko pemakaian barang/jasa.
Dari ketentuan-ketentuan pidana yang disebutkan diatas yang sering dilanggar oleh para pelaku usaha masih ada lagi bentuk pelanggaran lain yang sering dilakukan oleh pelaku usaha, yaitu pencantuman kalusula baku tentang hak pelaku usaha untuk menolak penyerahan kembali barang yang dibeli konsumen dalam setiap nota pembelian barang. Klausula baku tersebut biasanya dalam praktiknya sering ditulis dalam nota pembelian dengan kalimat “Barang yang sudah dibeli tidak dapat ditukar atau dikembalikan” dan pencantuman klausula baku tersebut selain bisa dikenai pidana, selama 5 (lma) tahun penjara, pencantuman klausula tersebut secara hukum tidak ada gunanya karena di dalam pasal 18 ayat (3) UU no. 8 tahun 1999 dinyatakan bahwa klausula baku yang masuk dalam kualifikasi seperti, “barang yang sudah dibeli tidak dapat ditukar atau dikembalikan” automatis batal demi hukum.
Namun dalam praktiknya, masih banyak para pelaku usaha yang mencantumkan klausula tersebut, di sini peran polisi ekonomi dituntut agar menertibkannya. Disamping pencantuman klausula baku tersebut, ketentuan yang sering dilanggar adalah tentang cara penjualan dengan cara obral supaya barang kelihatan murah, padahal harga barang tersebut sebelumnya sudah dinaikan terlebih dahulu. Hal tersebut jelas bertentangan dengan ketentuan pasal 11 huruf f UU No.8 tahun 1999 dimana pelaku usaha ini dapat diancam pidana paling lama 2 (dua) tahun penjara dan/atau denda paling banyak Rp.500 juta rupiah.
Dalam kenyataannya aparat penegak hukum yang berwenang seakan tdak tahu atau pura-pura tidak tahu bahwa dalam dunia perdagangan atau dunia pasar terlalu banyak sebenarnya para pelaku usaha yang jelas-jelas telah melanggar UU Perlindungan Konsumen yang merugikan kepentingan konsumen. Bahwa masalah perlindungan konsumen sebenarnya bukan hanya menjadi urusan YLKI atau lembaga/instansi sejenis dengan itu, berdasarkan pasal 45 ayat (3) Jo. pasal 59 ayat (1) UU Perlindungan Konsumen tanggung jawab pidana bagi pelanggarnya tetap dapat dijalankan atau diproses oleh pihak Kepolisian. ( Oktober 2004 )



Sanksi Perdata :
• Ganti rugi dalam bentuk :
o Pengembalian uang atau
o Penggantian barang atau
o Perawatan kesehatan, dan/atau
o Pemberian santunan
• Ganti rugi diberikan dalam tenggang waktu 7 hari setelah tanggal transaksi

Sanksi Administrasi :
maksimal Rp. 200.000.000 (dua ratus juta rupiah), melalui BPSK jika melanggar Pasal 19 ayat (2) dan (3), 20, 25

Sanksi Pidana :
• Kurungan :
o Penjara, 5 tahun, atau denda Rp. 2.000.000.000 (dua milyar rupiah) (Pasal 8, 9, 10, 13 ayat (2), 15, 17 ayat (1) huruf a, b, c, dan e dan Pasal 18
o Penjara, 2 tahun, atau denda Rp.500.000.000 (lima ratus juta rupiah) (Pasal 11, 12, 13 ayat (1), 14, 16 dan 17 ayat (1) huruf d dan f
• Ketentuan pidana lain (di luar Undang-undang No. 8 Tahun. 1999 tentang Perlindungan Konsumen) jika konsumen luka berat, sakit berat, cacat tetap atau kematian
• Hukuman tambahan , antara lain :
o Pengumuman keputusan Hakim
o Pencabuttan izin usaha;
o Dilarang memperdagangkan barang dan jasa ;
o Wajib menarik dari peredaran barang dan jasa;
o Hasil Pengawasan disebarluaskan kepada masyarakat .




Sumber

http://wartawarga.gunadarma.ac.id/2010/03/pengertian-konsumen/

http://definisipengertian.com/2011/pengertian-konsumen/

http://www.tunardy.com/asas-dan-tujuan-hukum-perlindungan-konsumen/

http://www.ylki.or.id/hak-dan-kewajiban-konsumen
http://vegadadu.blogspot.com/2011/04/hak-dan-kewajiban-pelaku-usaha.html
http://www.asiatour.com/lawarchives/indonesia/konsumen/asiamaya_uu_perlindungan_konsumen_bab4.htm
http://www.asiatour.com/lawarchives/indonesia/konsumen/asiamaya_uu_perlindungan_konsumen_babVI.htm
http://pkditjenpdn.depdag.go.id/index.php?page=sanksi

http://www.kantorhukum-lhs.com/details_artikel_hukum.php?id=33